Siang itu begitu menyengat. Kami berjalan menyusuri hamparan beton dan aspal, beradu dengan teriknya sinar matahari yang menerpa badan kami. Tapi untungnya tak berapa lama kami merasakan sengatan matahari siang itu. Karena setelah menyeberang jalan, kami melintasi jalanan yang rindang dengan pepohonannya yang rimbun melindungi kami dari sang surya.
Begitulah keadaan jalan dari Bugis MRT station menuju ke Arab Street, Singapura. Jaraknya memang dekat, hanya 2 blok, sekitar 800 meter, sehingga kami lebih memilih berjalan kaki. Karena selain nanggung kalo naik bus, kami memang suka berjalan kaki kalau di Singapura. Fasilitasnya memang sangat memadai, ditambah lagi dengan kesadaran para pemilik kendaraan bermotor yang sangat menghargai para pejalan kaki.
- Baca juga: Tips travelling menggunakan MRT di Singapura
Hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit dengan berjalan santai untuk sampai di Arab Street dari Bugis. Sekilas hanya nampak seperti jalan gang di antara dua gedung yang menjulang. Tapi, setelah menjejakkan kaki sekira 100 meter, barulah berasa aroma Arab. Di persimpangan jalan itu, sudah terlihat Masjid Sultan, yang merupakan masjid terkemuka di Singapura dan merupakan salah satu bangunan agama paling mengesankan di negara ini.
Waktu menunjukkan jam 1 siang waktu Singapura, pas sekali masuk waktu Dzuhur. Kami pun langsung menuju ke Masjid Sultan, yang memang menjadi salah satu tujuan kami hari ini. Saya dan istri langsung berpisah untuk mengambil wudhu dan shalat Dzuhur.
Masjid Sultan Singapura
Selepas menunaikan solat Dzuhur, saya menyempatkan diri untuk berkeliling di dalam dan sekitar Masjid. Bagian dalam masjid untuk tempat shalat sangatlah lega dan luas, dengan interior khas Melayu berdominan warna hijau dan kuning. Setiap jengkal lantai di dalam masjid dilapisi dengan hamparan karpet hijau tebal yang sangat nyaman, serta memberikan kesan sejuk dan segar.
Baling baling kipas berukuran besar ikut menghiasi langit langit masjid dan menghembuskan kesegaran ke setiap sudut ruangan. Kontras dengan kondisi di luar masjid yang menyeringai. Sejenak, tak ingin saya meninggalkan ruangan masjid ini. Tapi, perjalanan harus dilanjutkan.
Bagian luar masjid dihiasi dengan kubah emas yang sangat besar dengan halaman yang tidak terlalu luas. Masjid ini dibangun pada tahun 1824 untuk Sultan Hussein Shah yang merupakan Sultan pertama di Singapura. Masjid Sultan Singapura adalah salah satu tempat yang wajib untuk dikunjungi jika Anda berada di kawasan Arab Street.
Saya tak terlalu banyak mengambil gambar di sini. Hanya beberapa foto yang sempat saya ambil untuk sedikit kenang kenangan dan dokumentasi.
Seusai berkeliling sejenak, kami pun lanjut berjalan-jalan untuk menelusuri apa saja yang ada di Arab Street. Oiya, kawasan ini dikenal dengan nama Kampong Glam, yang ternyata, Arab Street hanya merupakan salah satu nama jalan yang ada di Kampong Glam.
Meniti Jejak di Kampong Glam
Tepat di depan Masjid Sultan, terdapat berbagai macam toko yang menjual berbagai macam pernak pernik dan oleh-oleh yang lebih banyak bernuansa Timur Tengah. Selain itu juga banyak sekali cafe dan resto yang menyediakan berbagai menu khas Timur Tengah. Sempat tergoda untuk mampir sejenak karena baunya yang menggoda selera. Hemmmm..! Tapi perjalanan masih panjang dan waktu yang terbatas karena sudah termakan di imigrasi tadi pagi.
Saya menelusuri perlahan toko toko yang berderet di sepanjang jalan. Berbagai macam koleksi baju trendy dengan berbagai label ditawarkan di butik-butik. Selain itu, juga terdapat berbagai macam barang berbau ‘Arab’ yang bisa juga dibeli sebagai oleh-oleh, seperti Arabic Perfume, massage oil, sabun dan shower cream. Di sini saya juga menemukan ada Batik Indonesia dan Batik Malaysia.
Cafe dan resto di Kampong Glam ini menunya bermacam-macam lho, ga cuma khas Timur Tengah aja, tetapi juga ada western food, japanese food, swedish, mexican, bahkan masakan Padang pun ada! Jadi jangan khawatir bagi yang belum bisa lepas dari masakan Indonesia, masih ada harapan! Hehehe. Beberapa waiter ganteng keturunan Arab akan mencoba menawarkan menu andalan mereka kepada kita dengan ramah sambil menyodorkan buku menu. Menu menu yang sepertinya asyik untuk dicoba. Nyammm!
Kampong Glam memang seperti perpaduan sempurna antara sejarah, religi, tradisi dan gaya hidup modern. Bangunan-bangunan yang ada di Kampong Glam bernuansa vintage dan retro, sekaligus modern dan berwarna-warni. Beberapa bangunan dihias dengan street art yang membuat daerah ini begitu hidup. Berbagai macam cafe dengan keunikannya masing-masing akan membuat kita bingung untuk menentukan mau nongkrong di mana. Swear!
Hari itu tidak ada lalu lalang kendaraan di sana. Saya tidak yakin apakah kesehariannya seperti itu, atau mungkin sedang ada special occasion? I have no idea. Tapi justru dengan kondisi ini membuat kami lebih leluasa berjalan jalan. Pun siang itu tak terlalu ramai.
Di sudut jalan yang lain. nampak beberapa cafe dan bar masih belum buka. Kursi kursi dibiarkan dalam kondisi berjajar rapi tertelungkup di depan masing masing cafe. Wah, sepertinya daerah ini semakin hidup kalo malam hari! Kapan kapan harus ke sini lagi nih, buat nikmatin atmosfer malamnya!
Seru dan asyik! Itu lah yang saya rasakan waktu menjelajah Kampong Glam. Penuh warna! Tak terasa kami menghabiskan waktu hampir 2 jam di sini.
Malay Heritage Center
Setelah puas mengelilingi Kampong Glam, kami pun mampir sejenak di Malay Heritage Center yang terletak tidak jauh dari Masjid Sultan Singapura.
Bangunan dengan nuansa kuning khas melayu itu begitu terawat, sangat bersih dan teduh. Suasana melayu sangat kental begitu memasuki area ini. Beberapa anak melayu dengan pakaian khasnya tampak sesekali mondar mandir dan beberapa menemani tamu yang berkunjung, menjelaskan bagaimana tentang budaya melayu.
Di dekat pintu masuk terdapat tourism center yang bangunannya lebih modern namun tidak meninggalkan unsur melayu di dalamnya. Di sinilah sumber informasi tentang Malay Heritage Center dan di sini juga menjual berbagi cinderamata.
Kami lebih banyak beristirahat di sini dengan duduk-duduk di taman yang cukup luas di halaman depan gedung. Sambil makan cemilan, sebelum lanjut lagi ke destinasi selanjutnya. Begitu tenang di sini. Sejenak saya lupa sedang berada di Singapura yang terkenal dengan serba hiruk pikuknya, apalagi di tempat-tempat tujuan wisatanya.
Padahal tak jauh dari sini, menjulang gedung-gedung besar pencakar langit dengan betonnya yang angkuh. Namun ternyata, Singapura tetap menjaga budaya dan warisan mereka. Luar biasa!
Tulisannya menarik dan bikin fresh pikiran,,suka suka….
favoritku malay heritage center , karena suka ada acara budaya gratis
Wah, boleh tuh kapan kapan jepret ke sana.
Katanya mau ke sg mas hari ini?
Kaga jadi ada janji dengan tukang sound System. Biasanya jelang tahun baru Islam banyak acara di malay Heritage center