Telaga Bidadari, Permata di Tengah Hutan Muka Kuning, Batam

Akhirnya, setelah hampir 12 tahun tinggal di Batam, saya menginjakkan kaki di Telaga Bidadari, Muka Kuning, Batam. Secara geografis, letaknya masih di kawasan Muka Kuning, lebih tepatnya di tengah kawasan hutan lindung Muka Kuning yang notabene sangat dekat dengan tempat kerja dan tempat tinggal. Namun justru baru ini saya ke sana.

Minggu pagi kemarin, begitu bangun dari tidur nyenyak selama 10 jam, saya membaca pesan Whatsapp dan mendapati bahwa beberapa teman sudah di Kampung Aceh untuk berangkat ke Telaga Bidadari.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saya pun segera bangun dan mengajak istri untuk bersiap-siap.

Usai memandikan anak-anak dan menunggu istri dandan, kamipun berangkat setelah satu jam. Yang di ujung sana udah teriak-teriak suruh datang cepat. Tapi begitulah bapak rumah tangga kak, secepat-cepatnya siap-siap, walaupun udah skip mandi, tetap aja minimal 1 jam baru cuss.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 9.45 begitu kami sampai di ujung jalan Kampung Aceh, Simpang Dam. Begitu motor diparkir, kami langsung berjalan masuk menuju ke telaga.

Perjalanan dimulai

Sekitar 400 meter pertama adalah jalan aspal menuju ke bagian belakang kantor ATB di dam Muka Kuning. Ternyata di daerah tersebut ada SD negeri 009 Sei Beduk dengan bangunan yang tinggi. Awalnya sempat saya kira itu dormitory atau rumah susun. Ternyata sebuah SD.

Perjalanan dimulai dilanjutkan dengan jalan tanah

Lanjut dari persimpangan jalan menuju ke kantor ATB, perjalanan dilanjutkan dengan jalan tanah. Sekitar 200 meter dari persimpangan itu, perjalanan baru dimulai. Nampak sebuah pagar kawat berlubang rapi, yang merupakan pintu masuk menuju ke telaga.

Terik matahari mulai hilang dan kami memasuki pepohonan rimbun, berjalan turun menuju ke jalan setapak di pinggir dam Muka Kuning. Rindang pepohonan menaungi kami dari seringai matahari. Perjalanan berjalan lancar.

Berdasarkan penuturan guide kami siang itu, bapak Asad dan bapak Zack, yang sudah bersedia menemani perjalanan kami (Zakaria dan saya) yang rencananya selalu tertunda sejak satu tahun lalu, perjalanan menuju telaga akan melewati 4 jembatan. Pastinya bukan jembatan betulan, namun sebuah batang kayu yang membantu menyeberangkan pengunjung tanpa berbasah-basahan melewati sungai.

Dari 4 total jembatan yang harus dilalui, yang lumayan menantang adalah jembatan terakhir karena pohon yang membantu pengunjung menyeberang tidak dalam kondisi fix, melainkan mengambang di permukaan air. Dan betul saja, sesampainya di pos jembatan terakhir tersebut, sudah banyak yang mengantri untuk menyeberang.

Sampai di Telaga Bidadari

Setelah sekitar satu jam berjalan kaki, sampailah kami di Telaga Bidadari. Sebuah telaga mungil di tengah hutan Muka Kuning. Air terjunnya tidak terlalu besar dan juga tidak tinggi, hanya sekitar 3 meter tingginya. Debit air juga sedang kecil sehingga air yang terjun dari atas tidak terlalu deras.

Telaga Bidadari, Permata di Tengah Hutan Muka Kuning, Batam

Tepat sebelum telaga, datang seseorang menghampiri kami untuk meminta “uang kebersihan” sebesar 5 ribu rupiah per orang. Setelah itu, kamipun turun dan mengambil tempat di samping sungai kecil, membentangkan hammock dan mengeluarkan perlengkapan.

Di hari Minggu, telaga ini ramai oleh pengunjung yang datang. Rata-rata adalah anak muda, dan terlihat juga komunitas sedang mengadakan acara di salah satu sudut lapang sekitar telaga.

Cuaca sedang bersahabat waktu itu. Nyaman dan sejuk rasanya beristirahat di telaga ini. Air sungai yang jernih dan sejuk menambah suasana makin hidup. Pengunjung yang lain pun sibuk dengan kegiatannya masing-masing. 70% diantaranya sibuk mengambil foto. Sisanya menikmati alam tanpa gadget, loncat dari atas tebing telaga, berenang dan ngorok di bebatuan.

Saya sendiri tak menyia-nyiakan kesempatan untuk main air dan berkeliling. Alhamdulillah, tak terlalu banyak sampah yang berserakan di sini. Di beberapa tempat, nampak bekas tempat pengumpulan sampah dan dibakar.

View Telaga Bidadari dari atas

Di sini tidak tersedia toilet ataupun ruang ganti, namun bila berjalan sedikit ke arah hulu, kita akan menemukan semacam tenda yang dibangun untuk tempat solat kecil. Untuk berwudhu, tinggal memakai bekas botol air mineral yang dilubangi.

Tepat di depan mushola tersebut adalah spot foto favorit para instagrammer ulung seperti babang Soleh hits yang sudah duluan mampir ke Telaga Bidadari. Dari cerita beliau inilah saya makin kepengen datang ke sini.

Nah, berikut ini adalah video singkat tentang keadaan sekitar Telaga Bidadari.

- Matched Content -

Muka KuningTelaga BidadariWisata Batam
Comments (4)
Add Comment
  • oke vienansyah

    fotonya cantik, kenapa namanya telaga bidadari, apakah disini tempat kejadian perkara hilangnya selendang bidadari?

  • ahmadi sultan

    Gak pernah bosan ke sini. Apalagi kalo airnya lagi deras.

  • Lina W. Sasmita

    Kelupaan tahun 2017 gak ke sini lagi. Padahal mau buat foto series tahun ganjil. 2011, 2013 dan 2015 ke sini eh 2017 udah direncanakan Desember kelupaan.